FinGram Indonesia - Kampus Keuangan Kesayangan Kita

Mengapa Ngontrak Bisa Jadi Pilihan Lebih Baik Dari Membeli Rumah?

By Published On: July 2, 2022Categories: Financial Planning5 min read

Bagikan artikel ini!

 

Pasti sering mendengar dari orang tua, saudara, atau orang lain kalau memiliki rumah itu hal wajib. Norma ini sudah mendarah daging di masyarakat kita. Pertanyaan, kapan punya rumah sudah sama lumrahnya seperti kapan nikah atau kapan punya anak. Daripada ngontrak mending ambil DP rumah terus cicil, supaya kelak angsuran lunas, kita jadi memiliki aset sendiri. Karena punya rumah nantinya bisa dijadikan jaminan untuk ambil pinjaman, atau bisa jadi objek waris untuk anak cucu kelak supaya mereka tidak perlu kesusahan cari tempat tinggal.

 

Namun, tahukah kamu bahwa ada banyak pertimbangan kalau tempat tinggal tidak harus selalu memiliki, kadang ngontrak saja sudah cukup. Berikut alasan kenapa sewa rumah tampak menjadi pilihan lebih baik daripada memilikinya.

 


Poin Penting Artikel Ini

  • Di negara kita, rumah merupakan kebutuhan wajib. Memiliki rumah sudah sama levelnya seperti menikah atau memiliki anak. Kalau masih ngontrak sampai di usia matang, kesannya tidak mapan, tidak bertanggungjawab pada keluarga, dan banyak stigma negatif lainnya.
  • Padahal banyak pertimbangan yang menjadikan sewa rumah nampak lebih logis daripada memiliki rumah baik membeli maupun membangun seperti: biayanya kelewat mahal, lokasi kurang pas, masalah sertifikat, banyak biaya tersembunyi, tidak fleksibel, sampai urusan warisnya yang ribet.

 

Terlalu Mahal

Jelas saja. Harga rumah sudah membumbung tinggi mengalahkan harga minyak goreng. Apalagi kalau rumah itu di daerah strategis, misal di jalan nama pahlawan, Jalan Sudirman, Jalan Imam Bonjol, atau Jalan Ahmad Yani. Harga mahal adalah keniscayaan. Kenaikan harga properti sudah makin gila tapi tidak sebanding dengan kenaikan gaji dan gaya hidup kita, eh.

 

Lokasi Jauh

Tapi ada kok rumah yang terjangkau. Iya, yang murah ada tapi jauh dari kantor. Kadang di suatu tempat antah berantah, mau ke stasiun terdekat aja mesti naik motor setengah jam dulu. Sudah begitu berangkat dari stasiun paling ujung. Mesti hitung ongkos transport dan capek di jalan.

Selain itu bisa jadi kamu tinggalnya bukan di kota besar, misal di Purwokerto atau Klaten (di sini penulis random memilih nama kota tanpa ada maksud apapun). Namun terkadang anak muda yang sudah mengenyam pendidikan tinggi biasanya mau kerja di kota besar, mengadu nasib, supaya kelak dapat membangun kekayaan dan bikin bangga orang tua di kampung halaman. Dalam hal ini, jangan buru-buru membeli rumah di kota besar, kalau pekerjaan masih serabutan, posisi di kantor masih cetek, atau keluarga utama masih tinggal di kota asal.

 

Hati-hati Sengketa

Banyak kasus rumah dibangun di atas tanah sengketa. Cicilan lunas, HGB atau SHM statusnya tidak jelas. Yakin itu rumah sudah legal jadi milik kamu? Ini pengalaman saya sewaktu menjadi konsultan, beberapa klien adalah property developer yang sering caplok tanah warga, belum kelar urusan legal, sudah dipasarkan jual gambar. Banyak pembeli yang sudah lunas, developernya masih ribet mengurus sertifikat. Alhasil, banyak orang memiiki rumah secara fisik tapi secara legal belum memiliki rumah tersebut, alias kalau ditanya mana sertifikatnya, cuma bisa angkat bahu geleng kepala.

 

Banyak Biaya Tersembunyi

Ketika membeli rumah, banyak urusan yang harus dikerjakan. Mulai dari urus dokumen notaris, pengajuan KPR, wawancara dengan pihak bank, instalasi awal, urus asuransi rumah, isi furniture dan tanaman, kitchen set, sampai ngadain acara “selamatan” sama tetangga. Ya sebenernya menjadi penyewa rumah juga ada ribetnya, tapi tidak sebanyak urusan kalau beli rumah sendiri seperti yang disebut di atas.

Hal ini juga berlaku jika membangun rumah sendiri, ada ribetnya tersendiri. Misalnya urusan sertifikasi tanah, cari arsitek dan tukang untuk membangun, urus instalasi sampai perijinan, sampai finishing nya. Memang membangun bisa jauh lebih murah daripada membeli lewat KPR, dan bisa bertahap sambil ngontrak dulu. Tapi prosesnya harus sabar dan istiqomah.

Namun yang harus dipahami bahwa setiap aset fisik memiliki biaya depresiasi atau penurunan nilai. Mungkin tanah tidak terdepresiasi, namun bangunannya pasti berkurang nilainya. Karena bangunan lama-lama menjadi tua, lapuk, dan rusak. Karena itu, jika beli atau bangun rumah, wajib menganggarkan biaya depresiasi sebanyak nilai pasar rumah dibagi 20 tahun. Karena 20-25 tahun dari semenjak rumah dimiliki, kita akan melakukan renovasi besar yang biayanya akan mengikuti harga pasar di masa depan.

 

Tidak Fleksibel

Ada mutasi ke luar kota atau pulau? Dimana harus pindah ke rumah baru. Atau sesimpel anak sudah tumbuh, lulus kuliah, dapat pekerjaan atau menikah, dan mentas berumah tangga sendiri. Apa mau tetap tinggal di rumah yang biasanya ramai anak-anak, kini cuma berdua lagi. Mau downgrade rumah, apa bisa semudah itu?

Banyak juga kejadian dimana orang dapat mutasi kerja, rumah lamanya tidak gampang dijual buat modal beli rumah di lokasi kerja baru. Nah, apalagi ibukota negara mau pindah, siap-siap ya mengalami hal ini.

 

Repot Urusan Waris

Urusan waris itu ribetnya setengah mati (jujur ini pengalaman pribadi si penulis). Mulai dari mengurus pajak waris, renovasi besar-besaran karena rumah sudah tua, sampai cari pembeli yang tepat. Belum lagi kalau rumah warisan masih berupa tanah girik, dokumen surat entah dimana, orang pertanahannya korup – suka minta ini itu supaya dimudahkan urusan sertifikasinya.

Ada juga kisah tentang konflik dengan saudara, misal ada yang mau bagian lebih atau harga jualnya tidak pernah mufakat, padahal satu rumah dibagi waris untuk lima bersaudara. Ah repot! Mungkin baiknya warisan uang kas saja, daripada aset fisik tapi ribet biaya dan langkah mewariskannya.

 

 

Penutup

Setelah membaca artikel di atas, kita dapat pertimbangan baru sebelum membeli rumah. Jangan-jangan mengontrak rumah itu tidak membuat kita menjadi berdosa dan dikucilkan oleh keluarga maupun bangsa. Bisa jadi, ngontrak rumah akan menjadi norma baru yang lebih masuk akal daripada memaksakan diri memiliki rumah cuma karena ikutan paradigma yang ditanamkan di masyarakat kita sejak dahulu.

Apakah kamu memiliki alasan lain mengapa lebih baik sewa daripada beli rumah? Atau kamu memiliki pendapat yang bertentangan dengan tulisan ini? Silahkan share di sini pendapat kamu tentang alasan ngontrak rumah lebih baik daripada memiliki rumah sendiri.

 

Dapatkan Notifikasi Artikel Terbaru

Ingin selalu mendapatkan konten ringkas dan mencerahkan seperti ini? mari berlangganan dengan memasukan alamat email kamu. Setiap minggu, editor kami akan memilihkan artikel terbaru yang berkualitas untuk pembaca setia.

Bagikan artikel ini!

Leave A Comment