FinGram Indonesia - Kampus Keuangan Kesayangan Kita

Kesalahan Anak Muda Dalam Memahami Financial Freedom

By Published On: June 4, 2022Categories: Financial Planning, Investasi8 min read

Bagikan artikel ini!


Apakah kamu anak muda yang memiliki mimpi untuk pensiun dari pekerjaan kantoran 9-5 di usia muda? Ingin bisa jalan-jalan kemana saja, melakukan apapun yang disuka, makan makanan di tempat yang unik dan bisa dipamerkan di media sosial?

Atau ingin menjadi Milyarder muda, memiliki Startup keren yang memberi dampak ke orang banyak, memiliki penghasilan puluhan sampai ratusan kali lipat dari gaji rata-rata, sampai dinobatkan menjadi 30 Forbes under 30?

Kalau sekarang anak-anak muda baik anak kuliah sampai para pekerja kantoran muda ditanya apa rencana kedepannya, banyak yang menjawab ingin menjadi kaya, financial freedom, dan pensiun muda (rata-rata menjawab pensiun di usia 30an atau 40an).

Apakah kamu juga memiliki mimpi seperti di atas?


Poin Penting Artikel Ini

  • Mimpi anak muda untuk bisa financial freedom di usia muda atau pensiun dini adalah sesuatu yang wajar di masa kini karena masifnya paparan berita dan informasi tentang orang-orang sukses dan kaya baik di televisi, buku, media sosial, sampai YouTube.
  • Masalah dari target mencapai mimpi ini sungguh tidak mudah seperti membalik telapak tangan, padahal orang-orang yang berhasil mencapai level ini adalah para jenius pekerja keras yang mau berjuang secara konsisten dan persisten.
  • Financial freedom yang banyak mempengaruhi mimpi warga Amerika kemudian menyebar ke warga Indonesia berasal dari gerakan “The Mustachian” yang terinspirasi pada kisah seorang Software Engineer bernama Peter Adeney atau disebut “Mr Money Mustache (MMM)” yang pensiun dini pada usia 31 tahun.
  • Banyak yang salah kaprah mengira financial freedom itu memiliki penghasilan pasif yang besar sehingga bisa bebas melakukan apa saja dan kapan pun. Padahal makna financial freedom menurut MMM, siapapun dapat mencapai level ini asalkan mau disiplin menjalani gaya hidup sederhana jauh di bawah pendapatan.


Mimpi A
nak Muda Jaman Kekinian

Dimana mungkin saat ini kamu sedang berjuang keras, bekerja pagi malam bagai kuda, disambi belajar bahasa Inggris untuk ambil TOEFL atau IELTS, belajar GMAT atau GRE, sampai ambil kursus coding bahasa pemrograman. Itu semua dijalani untuk bisa melanjutkan studi di kampus mentereng, sebut saja MBA nya Harvard atau MIT. Supaya bisa punya akses ke orang-orang hebat di luar sana, dapat didikan menjadi Startup Founder yang handal nan ambisius supaya bisa menjadi the next Jeff Bezos, Mark Zuckerberg, atau Elon Musk.

Sebenarnya mimpi-mimpi di atas adalah sesuatu yang wajar dialami anak-anak muda sekarang ini. Ya, sebut saja ini adalah mimpi generasi millennial dan generasi Z abad 21. Bagaimana tidak, sejak kecil kita sudah terpapar dengan berita dan informasi tentang orang-orang sukses dan kaya baik di televisi, buku, media sosial, sampai YouTube. Siapa yang tidak kenal Bill Gates maupun Steve Jobs? Dua raja komputer dan ahlinya inovasi yang tidak lulus kuliah tapi menjadi orang super kaya yang banyak memberi pengaruh di dunia teknologi. Ada juga si muda Mark Zuckerberg yang juga tidak lulus kuliah S1 tapi di masa muda nya bisa membuat platform media sosial paling banyak dipakai di dunia saat ini. Atau kisah orang sukses di dalam negeri sebut saja mulai dari Ciputra, Salim, Sandiaga Uno, sampai para Crazy Rich yang cerita mereka sudah menjadi konsumsi rutin kita sehari-hari.

 

Masalah dari Mimpi Ini

Sebenarnya tidak ada masalah dengan mimpi ini. Namun, kenyataannya, untuk mencapai mimpi ini sungguh tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Karena mimpi di atas awang-awang ini, banyak anak muda bekerja tanpa passion dikarenakan keinginan untuk segera resign dan entah bagaimana menjadi orang sukses. Bagi mereka, sukses adalah membangun bisnis atau menjadi investor dan menjadi kaya. Mereka menjalani pekerjaan saat ini hanya sebagai batu loncatan sebelum melanjutkan studi ataupun persiapan menjadi pengusaha.

Padahal orang-orang sukses yang disebut di atas telah melalui perjuangan berdarah-darah yang tidak dilalui oleh mayoritas orang lain. Mereka adalah pekerja keras dan cerdas yang mampu dan mau berjuang secara konsisten dan persisten. Ya, kata konsisten dan persisten ini yang tidak banyak dimiliki oleh anak-anak muda kita secara umum. Kadang rencana hanya sekedar jadi wacana, atau pun jika berhasil dijalankan, tidak banyak yang sampai garis akhir.

Paparan kisah sukses ini banyak mempengaruhi pemuda-pemudi kita untuk menjalani gaya hidup dimana menurut mereka melambangkan kesuksesan dan kebebasan misalnya dengan belanja pakaian atau sepatu branded, nongkrong di tempat kopi kekinian, jalan-jalan keluar negeri, dan mengunggah pengalaman mereka di media sosial. Mereka ingin terlihat sukses dan berhasil di depan mata teman-teman dan keluarga, meskipun tabungan dan investasi nol rupiah. Sungguh ironis!

 

Siapa yang Memberi Pengaruh?

Sesungguhnya faktor yang menyebabkan generasi sekarang memiliki mimpi setinggi langit itu adalah media. Namun media ini pada akhirnya hanya sebagai medium untuk menyebarluaskan dan melipatgandakan outputnya. Banyak aktor yang memberi sumbangsih dalam dunia gemerlap kesuksesan kehidupan kaya dan muda. Sebut saja Robert T. Kiyosaki, pengarang buku “Rich Dad Poor Dad” yang sangat terkenal dengan teori “Cashflow Quadrant” – untuk menjadi orang kaya harus dapat lepas dari jeratan perangkap tikus pekerjaan 9-5 dan berpindah kuadran menjadi pengusaha – yang membangun sistem bisnis autopilot – maupun menjadi investor.

Namun tahukah kamu, tidak banyak anak muda di Indonesia menyadari bahwa financial freedom yang mereka banyak dipengaruhi oleh mimpi warga Amerika. Pada tahun 2005, seorang Software Engineer bernama Peter Adeney mengundurkan diri dari pekerjaan nya pada usia 31 tahun dan menjadi seorang pensiunan muda. Ia memiliki tabungan investasi pada saat itu sebesar $600,000 dan dengan disiplin ia menerapkan hidup sederhana dengan konsumsi total $2,000 per bulan atau hanya $24,000 per tahun. Angka ini sekitar 4% dari total tabungannya, dan jika Peter hanya mengambil 4% dari keuntungan bersih investasinya tiap tahun, maka sebenarnya uangnya tidak pernah berkurang sama sekali sampai sekarang.

Peter Adeney yang lebih dikenal sebagai Mr Money Mustache (MMM) ini dapat kita temukan dalam blog pribadinya dengan mengetikkan nama julukannya di internet. Dari sinilah, gelombang pensiun muda di Amerika dimulai, banyak orang yang menjadi pengikutnya baik mengikuti ceritanya saja sampai menjadi generasi penerus pensiunan muda ala MMM atau mereka disebut “the Mustachian”.

Namun sayangnya, paparan kisah sukses yang terjadi di Indonesia lebih kepada kisah orang kaya dengan gaya hidup glamor dan bebas. Tidak seperti MMM yang menjalani hidup super sederhana (alih-alih membeli rumah malah membayar sewa rumah, tidak juga memiliki mobil namun pakai sepeda dan transportasi umum, dan tidak sering nongkrong di tempat mahal).

 

Apa Makna Financial Freedom yang Sebenarnya?

Banyak yang terjebak dalam pikiran bahwa financial freedom itu seperti berhasil membangun kerajaan bisnis yang dapat berjalan secara auto-pilot. Tanpa kita harus berada di kantor untuk menjalankan operasi bisnis, bebas jalan-jalan kemana saja bersama orang yang kita cintai, namun penghasilan terus mengalir ke rekening bank secara otomatis. Memiliki aset properti dimana-mana, bebas membeli kendaraan apapun, serta tidak pernah pusing membayar tagihan kartu kredit. Sungguh kehidupan yang menyenangkan buat siapapun yang saat ini sedang berjuang dalam pekerjaannya yang dirasa terlalu membosankan – serta bergaji biasa saja atau pekerjaan bergaji tinggi – namun terlalu demanding dan sering lembur bahkan di waktu weekend.

Padahal kalau kita kembali ke makna financial freedom yang dijalani oleh MMM, harusnya hal ini lebih sederhana dan dapat dicapai oleh siapapun asalkan konsisten dalam disiplin gaya hidup sederhana. Untuk memudahkan, kita rangkumkan apa saja yang telah dilakukan MMM tentang bagaimana seharusnya anak muda dapat mencapai kehidupan bebas keuangan.

Pertama, kita harus kenali dulu apa makna financial freedom, bahwa ini bukan sekedar sukses dan kaya – dimana sukses itu bukan tentang menjadi kaya dan bebas melakukan apa saja yang disuka – sedangkan kaya itu juga bukan melulu punya banyak uang atau penghasilan tak terbatas sehingga bebas membelanjakan apapun tanpa pusing kehabisan uang.

Seharusnya kita sadari bahwa financial freedom adalah kita menjalani kehidupan dengan gairah terlepas apapun pekerjaan kita. Bagaimanapun tidak semua orang beruntung mendapatkan pekerjaan atau dapat menghasilkan uang seperti yang kita jalani saat ini, bahkan sebagian yang lain masih menjadi pengangguran. Financial freedom juga mensyukuri hidup bersama orang-orang baik yang kita sayangi seperti keluarga, saudara, atau teman-teman terbaik kita. Karena pada akhirnya, orang yang bekerja keras sampai mencapai kehidupan di atas rata-rata, tujuannya supaya dapat menikmati banyak waktu bersama keluarga tercinta. Bukankah hal ini sudah dapat kita lakukan sekarang tanpa harus menunggu jadi kaya dulu?

Kedua, untuk mencapai kehidupan financial freedom, kita harus tahu dulu berapa biaya hidup secara wajar yang kita butuhkan setiap bulannya. Sebut saja di Indonesia, dengan penghasilan 20 juta per bulan, itu sudah cukup untuk hidup bersama pasangan dan 2-3 anak (dengan catatan, tidak termasuk cicilan utang, namun termasuk asuransi dan dana darurat). Kemudian belanja bulanan ini dijadikan setahun yaitu 240 juta per tahun dan dibagi 4% (atau kali 25) menjadi 6 milyar rupiah. Angka 4% ini adalah selisih dari rata-rata keuntungan investasi per tahun, misal 7%, dikurangi rata-rata inflasi, yaitu 3%. Dengan asumsi tersebut, maka ketika kita sudah memiliki tabungan 6 miliar ini, kita dapat pensiun dan menjalani kehidupan dengan passive income tersebut. Untuk menjalani kehidupan ini, MMM sesungguhnya tidak 100% menjadi pengangguran, dia tetap menjalani pekerjaan sebagai guru matematika (volunteer tanpa dibayar) yang memberinya kebahagiaan berbagi. Karena kehidupan tanpa bekerja yang memberi makna, tidak membuat seseorang menjadi bahagia dalam jangka panjang.

Ketiga, berikut tugas kita adalah bagaimana untuk mencapai tabungan 6 miliar tersebut. Intinya ada dua cara yang paling dasar, yaitu menekan gaya hidup kita jauh di bawah uang yang kita terima tiap bulan, serta meningkatkan penghasilan baik dengan mencari pekerjaan tambahan di luar pekerjaan utama atau fokus meningkatkan kapasitas diri supaya dapat promosi jabatan dan kenaikan gaji. Hal paling utama yang dilakukan oleh MMM adalah hidup jauh di bawah pendapatan. Dalam blognya, MMM mampu menabung sampai 70% dari total gajinya ke pos investasinya. Menurut hitungannya, jika kita dapat konsisten menyisihkan minimal 70% dari penghasilan, maka dalam kurun waktu 10 tahun, kita sudah dapat mencapai financial freedom. Namun biaya hidup MMM selama pensiun hanyalah kurang dari separuh gaji yang diterima selama masih menjadi karyawan. Maka yang harus terus diingat adalah, bebas keuangan di sini berarti menjalani hidup wajar, tidak foya-foya, dan tetap menjalani kegiatan yang memberi makna supaya tetap bahagia.

 

Supaya kamu dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas, coba deh cari video YouTube atau blognya Peter Adeney atau MMM. Kemudian jangan lupa share di sini pendapat kamu tentang mencapai financial freedom versi MMM.

by Ridwan Gunawan


Ingin selalu mendapatkan konten ringkas dan mencerahkan seperti ini? mari berlangganan dengan memasukan alamat email kamu. Setiap minggu, editor kami akan memilihkan artikel terbaru yang berkualitas untuk pembaca setia.

Bagikan artikel ini!

One Comment

  1. MinFin June 10, 2022 at 3:09 pm - Reply

    Keren ini supaya pada paham mengenai arti Financial Freedom sesungguhnya…

Leave A Comment Cancel reply